Psikologi
Dan Penerapannya Dalam Kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum. Dari
tiga pengertian tersebut di atas, jelas bahwa kepemimpinan itu adalah upaya
untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan, baik tujuan
tersebut telah ditetapkan atau tujuan lain yang lebih luas. Upaya tersebut
lebih bersifat hubungan antar pribadi.
Setidak – tidaknya ada dua teori atau pendekatan penting yang relevan
dengan pembicaraan tentang psikologi kepemimpinan. Yang pertama adalah teori
tingkat kebutuhan Maslow, dan kedua teori kekuasaan French dan Raven. Abraham
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan manusia itu terbagi dalam lima tingkatan
dalam hal urutan pemenuhannya, yaitu :
1.
kebutuhan
fisik.
2.
kebutuhan akan
keamanan,
3.
kebutuhan
social,
4.
kebutuhan akan
penghargaan, dan
5.
kebutuhan
aktualisasi diri.
Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup
seseorang, seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Sedangkan
kebutuhan keamanan berkenaan dengan kebutuhan seseorang akan perlingdungan dari
bahaya dan ancaman keamanan baik fisik maupun non-fisik. Kebutuhan social
bersangkutan dengan kebutuhan seseorang untuk bersosialisasi atau berhubungan
dengan oranglain di dalam masyarakatnya. Sedangkan kebutuhan akan penghargaan
atas apa yagn ada padanya seperti kemampuan, potensi, prestasi dansebagainya.
Selanjutnya, kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan seseorang untuk
menampilkan diri pada tingkat yang terbaik sesuai dengan potensinya, misalnya
menjadi pekerja yang baik, olahragawan berprestasi, dan lain – lain.
Meskipun banyak kritik yang ditujukan kepada teori tingkat kebutuhan
Maslow, tak dapat disangkal bahwa ia telah memberikan inspirasi bagi berbagai
penelitian dan kajian dibidang keperilakuan pada masa – masa berikutnya.
Di lain pihak, French dan Raven mengemukakan bahwa ada lima sumber utama
dengan mana seseorang mendapatkan kekuasaan. Kelima sumber kekuasaan itu adalah
: 1. Kekuasaan paksaan, 2. Kekuasaan imbalan, 3.
Kekuasaan legitimasi, 4. kekuasaan keahlian, dan 5. kekuasaan referensi.
Kekuasaan paksaan adalah kekuasaan yang didapat seseorang dengan
menggunakan ancaman untuk mempengaruhi perilaku pengikutnya bila apa yang
dikehendainya tidak dilaksanakan. Kekuasaan imbalan adalah kebalikannya, yaitu
kekuasaan yang ada pada seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena
kemampuan nya memberi imbalan atas apa yang dilakukannya. Kekuasaan legitimasi adalah kekuasaan yag didapat seseorang secara formal
ditinjau dari struktur organisasi. Selanjutnya, kekuasaan keahlian yaitu
kekuasaan yang ada pada seseorang karena keahliannya di bidang tertentu,
sehingga dengan keahliannya itu ia memiliki pengaruh atas orang lain. Kekuasaan
referensi adalah kekuasaan yang menggambarkan adanya referensi atau rujukan
pada tokoh tertentu yang berpengaruh. Kekuasaan
paksaan, imbalan, dan legitimasi pada dasarnya diyatakan secara tegas oleh
posisi seseorang dalam organisasi. Orang – orang yang ada pada level organisasi
yang lebih rendah memiliki kekuasaan paksaan, imbalan, dan legitimasi yang
lebih rendah pula dibandingkan dengan mereka yang memiliki posisi yang lebih
tinggi. Di lain pihak, kekuasaan keahlian dan referensi tidak selalu berkaitan
dengan posisi seseorang dalam organisasi.
Proporsi psikologi kepemimpinan atau kepemimpinan dari sudut pandangan
psikologi menyatakan bahwa fungsi utama seorang pemimpin adalah mengembangakan
system motivasi yang efektif. Dalam hal ini si pemimpin haruslah mampu
melakukan stimulasi terhadap bawahan atau pengukutnya sedemikian rupa agar
dapat memberikan sumbangan positif bagi tujuan – tujuan organisasi, disamping
memuaskan kebutuhan – kebutuhan pribadinya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka teori tingkat kebutuhan yang
dikemukakan oleh Abraham Maslow (fisiologis, keamanan, social, penghargaan, dan
aktualisasi diri) dapat menjadi model atau pedoman bagi pemimpin dalam
mengembangkan system motivasi yang paling efektif. Seorang pemimpin , dengan
pemahaman yang dalam bahwa seseorang tak hidup hayana dengan makan saja, tetapi
juga memerlukan pertumbuhan psikologis, akan tetapi mengembangakan berbagai program
yang mampu menghasilkan kontribusi optimal dari bawahannya. Tegasnya, suatu
program yang memfokuskan diri pada semua sisi kebutuhan yang disebut di atas
(fisiologis, keamanan, social, penghargaan, dan aktualisasi diri) dianggap
memiliki probabilitas yang tinggi lebih tinggi dalam memotivasi daripada
program yang bersifat parsial.
Sifat-sifat Kepemimpinan
Sifat-sifat kepemimpinan
bergantung pada pendekatan kepemimpinan yang diacu dan jenis kepemimpinan yang
diikuti. Pada pendekatan trait, sifatsifat yang diharapkan dari pemimpin di
antaranya adalah intelegensi, dominasi, kepercayaan diri, energi-aktivitas,
pengetahuan terhadap tugas. (Bagus Riyono, Emi Zulaifah).
Pada pendekatan perilaku,
sifat yang penting adalah berfungsi tidaknya kelompok tersebut. Berfungsinya
kelompok tersebut bergantung pada hubungan antar manusianya dan hubungan dengan
pekerjaannya. Pada pendekatan situasional, sifat kepemimpinan sangat bergantung
pada tingkat aspirasi dan orientasi kelompok tersebut. Ki Hajar Dewantoro
menyebutkan bahwa sifat kepemimpinan adalah ing ngarso sung tulodho,ing
madya mangun karso, dan tut wuri handayani. Sejalan dengan ini Stephen R.
Covey, menyatakan sifat dan peran pemimpin adalah
a) Pathfinding:
perintis jalan
b) Aligning:
penyelaras langkah
c) Empowerment:
pemberdaya anak buah dan
d) Modelling:
menjadi suri tauladan.
Pada kepemimpinan
transpormasional, sifat-sifat kepemimpinan yang tampak di antaranya adalah
a) Kharisma
b) Inspirasional
c) perhatian
kepada anak buah yang bersifat individu (individualized consideration) dan
d) kemampuan
memberi stimulasi intelektual (intelectual stimulation).
LITERATUR
Bagus Riyono dan Emi
Zulaifah. 2001. Psikologi Kepemimpinan. Yogyakarta:
Unit Publikasi
Fakultas Psikologi UGM
Siti Partini
Suardiman. 1980. Kelompok dan Kepemimpinan. Yogyakarta: FIP
IKIP YOGYAKARTA
Wahjosumidjo.
1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia